Total Tayangan Halaman

Labels

Labels

Pages

Powered By Blogger
Siti Rukoyah_077. Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Labels

Ads 468x60px

Popular Posts

Followers

Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka silaturahimlah, (^^,)

Foto Saya
Siti Rukoyah_077
Limbangan_Garut, Jawa Barat, Indonesia
Aku tidak semulia Fatimah Az-Zahra, tidak setaqwa Aisyah Radhiyallahuanha pun tidak secantik Zainab Radhiyallahuanha, apalagi sekaya Khodijah Radhiyallahuanha. Aku hanyalah seseorang anak dari seorang ibu yang selalu sabar dan seorang ayah yang sangat pekerja keras (ibu,,, bapak,, aq sayang kalian karena Alloh) yang punya cita dan cinta dan selalu mengharapkan Ridho-Nya.
Lihat profil lengkapku

Featured Posts Coolbthemes

RSS

KULIAH, KERJA, KURSUS, NIKAH, MANAKAH YANG LEBIH BAIK???



Tak perlu kita ragukan lagi, kalau antara kuliah, kerja, kursus, dan nikah, tentulah kuliah yang lebih baik. Tapi, bagaimanakah bila keadaan tak mendukung untuk kuliah? Memang menyedihkan sekali mendengar pernyataan itu, tapi apa boleh buat kita sebagai anak tak boleh menentang orang tua. Kita tak boleh memaksakan diri untuk kuliah tanpa adanya dukungan dari orang tua ‘ekonomi’, karena semua itu hanya akan membawa masalah. Lalu apa yang harus kita lakukan? Kerja? Nah, itulah pilihan kedua setelah kita belum bisa untuk kuliah. Kerja disini bukan hanya sebatas kerja, tapi disini kita kerja dengan betul dengan apa yang namanya kerja, karena ini untuk masa depan. Kerja memang sulit, pada zaman ini mendapatkan pekerjaan tidaklah gampang. Kita harus bolak – balik mencari lowongan kerja, membuat surat lamaran pekerjaan ‘SLP’, yang mungkin tidak cukup satu atau dua kali mebuat SLP itu. Apalagi, zaman sekarang bekerja itu minimal lulusan SMA. Dengan Kesimpulan, kalau kita bekerja keluaran SMA dan dengan bekal serta umur yang belum cukup berarti kita berada dibawah. Kecuali kita mempunyai keahliah tersendiri, mungkin itu bisa membantu kita lebih keatas.
Ternyata kerja tidak segampang dengan apa yang kita pikirkan. Kursus… pilihan ketiga jika kita belum bisa mencari uang dengan kemampuan kita. Kursus lebih mirip dengan ‘sekolah’ karena disitu kita belajar dan biayanya pun tidak begitu mahal. Belajar mencari bakat kita, dengan akhirnya kita bisa lebih gampang bekerja karena sudah mempunyai suatu keahlian.
Nah… bagaimana jika kita memilih pilihan ke empat, yaitu Nikah? Mungkin disini lebih afdol jika disebut ‘Nikah Dini’, karena anak – anak lulusan SMA masih belum matang pemikirannya. Dalam tulisan ini pembahasan tentang ‘Nikah Dini’ karenna pembahasan tentang nikah dini merupakan tujuan dari penulisan ini.
Nikah Dini daripada Pacaran??  
Saat wacana nikah dini beredar deras dikalangan remaja, saya terus terang termasuk yang sering melebarkan wacana itu sampai ke hal – hal yang aneh dikalangan putri. Dan termasuklah saya dinobatkan “bukan pendukung” pernikahan dini. karena, itu merupakan hal yang kurang baik.
Sejak wacana itu beredar manis dikalangan remaja putri, semakin seringlah hal – hal romantic bermunculan dari obrolan – obrolan. Entah itu terjadi juga dikalangan remaja putra atau tidak, yang jelas semangat untuk “nikah dini” dikalangan remaja sepertinya melejit.
Apalagi banyak yang bilang, virginitas (keperawanan) pada masa sekarang adalah hal kesekian yang dipertimbangkan dalam masalah memilih pasangan hidup. Alasannya, zaman sekarang mana ada sih cewek yang masih virgin?... (menyedihkan sekali)
Kita sudah mulai permisif terhadap semua idiologi yang menelisip halus disetiap otak masyarakat. Pacaran yang katanya ajang bagi sepasang kekasih untuk saling Mengenal pun, tak sekedar itu. Bahkan lebih.
Fase pendekatan yang lebih banyak dilakukan oleh para cowok, apalagi yang tidak punya prinsip hidup yang lurus, jago maksiat, dan ahli tebar pesona, serta militan dalam mengikuti hawa napsu sudah pasti Menyimpan bom Waktu yang sewaktu – Waktu meledak dan menuntut taruhan yang sangat berharga.
Memang, tidak semua cowok dan cewek berengsek, tapi masalahnya setan ada dimana – mana!! Dan sudah tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini aktivitas pacaran ini makin dibumbui dengan semua tips dan rayuan yang merebak hebat disinetron – sinetron dan tabloid remaja.
Virginitas _keperawanan_ biasanya menjadi sesuatu yang paling dipertahankan oleh kaum hawa. Tapi, saat ini banyak sobat cewek yang mau dirayu dengan janji – janji yang memerlukan bak permen oleh sang pacar.
Penelitian Iip Wijayanto yang menyatakan bahwa 97,5% cewek di Yogya sudah tidak perawan lagi. Atau simak saja hasil survey beliau bahwa “perkosaan atas nama cinta” terjadi pada masa ini (pacaran). Atas nama cinta, banyak remaja dan para muda yang jadi bloon dengan nyerahin semuanya ke yayangnya. (Naudzubillahimindzalik)
Pacaran adalah media paling memungkinkan untuk memancing hubungan seks di luar nikah. Bagaimana tidak? Dalam aktivitas ini, semua hal mubah (boleh) hukumnya; berboncengan, menyentuh, bahkan berciuman pun, saat ini sudah lumrah bahkan lebih dari itu. Padahal, setiap setiap yang baik atau yang buruk terjadinya bertahap.
Virginitas di kalangan cewek saat ini meskipun tidak secara nyata terengut, namun bila kita memaknai keperawanan secara luas dimana seluruh tubuh seorang wanita hendaknya “terjaga” dan “perawan” dari sentuhan – sentuhan lelaki yang tidak berhak atasnya, maka beberapa banyak kaum muda, putri, gadis, perempuan belum menikah yang telah “tidak perawan”? mungkin agak kasar, namun bukankah setiap hari banyak gadis-remaja-putri-wanita yang mengumbar auratnya? Maka, apakah keperawanan hanya berhubungan “utuhnya selaput dara”?
Keperawanan fisik bukan masalah rusak atau utuhnya selaput dara. Tapi, termasuk pada keutuhan bagian tubuh yang lain dari sentuhan – sentuhan lawan jenis yang tidak berhak! Berapa banyak pria – wanita yang bagian – bagian tubuhnya; kulit, tangan, bibir dan bagian – bagian tubuh pria dan wanita yang lain yang diumbar serta berganti – ganti “pemakai”.
Kalau perilaku pacaran dari mulai menyentuh, meraba, berciuman, dan seterusnya masih dianggap sebagai perilaku yang semestinya dilakukan setelah menikah, meskipun banyak yang melakukan sebelum menikah dan dengan perasaan agak malu, sembunyi – sembunyi, yang justru menunjukan bahwa mereka sebenarnya takut melakukan aktivitas – aktivitas tersebut. Berarti? Semua perbuatan yang dilakukan dengan perasaan takut ketahuan manusia lain sama dengan dosa.
Laki – laki dan perempuan yang tidak dapat mengendalikan diri dan hati mereka untuk saling menjaga kesucian, apakah mereka berhak mendapat sesuatu yang baik dikemudian hari? Laki – laki yang menuntut memiliki istri yang virgin, namun sebelum menikah ia telah melakukan banyak kontak fisik dengan banyak wanita, apakah berhak mendapatkan perempuan yang “suci”?
Bukankah Allah telah memperingatkan bahwa setiap orang berpasang – pasangan? Bahwa laki – laki yang baik untuk perempuan yang baik, perempuan pezina untuk laki – laki pezina? Dan bukankah dengan melancangi hukum Allah ‘melakukan hubungan tidak halal dengan laki – laki dan perempuan’ berarti kita telah tidak sabar untuk mempersiapkan diri “wanita dan laki – laki” yang baik untuk kemudian dipasangkan Allah dengan lelaki dan wanita yang baik pula? Tidakkah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dengan mencari – cari pembenaran atas aktivitas “mendekati zina” ini telah merendahkan harga dirinya?
Lalu, apa solusi dari semua ini?
Apakah nikah dini merupakan solusi dari masalah – masalah remaja saat ini?
Sebenarnya, nikah dini tidak selalu menjadi solusi tepat untuk mencegah masalah – masalah remaja ‘seks bebas’. Tidak bisa pula dikatakan daripada pacaran, lebih baik nikah dini. Tapi, jika ternyata pernikahan tersebut tidak dibarengi dengan kesiapan mental, kesiapan pemahaman Islam yang baik dan menyeluruh. Akhirnya, justru banyak dikalangan remaja yang menikah dini hanya untuk menyalurkan hasrat romantisnya atau yang kurang paham Islam, justru sebagai pemenuhan Kebutuhan seks saja.
Sisi positif dari pernikahan dini hanya sedikit, yaitu hanya untuk mencegah terjadinya ‘seks bebas’.
Sedangkan sisi negative dari pernikahan dini begitu banyak; kemungkinan pernikahan tidak akan bertahan lama, karena kedua individu belum bisa memahami rumah tangga, belum dewasa ‘masih ada ego tersendiri’, kesiapan mental belum sempurna, sang suami tentu belum bisa memberikan nafkah, dan tentunya tidak akan terjadi keharmonisan dan malah merepotkan orang tua kita.
Jadi, kita sebagai remaja haruslah pintar – pintar dalam segala hal. Kita harus lebih bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Pernikahan dini memang cukup bagus, tapi apakah salah bila kita jauhi pernikahan dini itu dengan cara menjauhi hal – hal yang negative, mengikuti kegiatan – kegiatan yang mengarahkan kita pada arti remaja yang berguna???



Sahabat – sahabatku….
Pernikahan dini ternyata sangat berat sekali, lebih berat dari pada kuliah, kerja dan kursus.
Jadi, sebisa mungkin kita jangan memutuskan ‘menikah’ setelah lulus SMA. Tidak salah kalau kita mengikuti kursus atau kerja terlebih dahulu. Dan menjauhi yang namanya ‘pacaran’.
Bayangkan jika kita menikah dan mempunyai anak pada usia muda, mungkinkah kita bisa mengurus anak kita itu? Ataukah kita akan lebih merepotkan orang lain terutama orang tua? Dan mungkinkah kita bisa menafkahi istri atau suami kita?
Semua jawabannya ada pada diri kita sendiri.
Semuanya kembali pada diri kita masing – masing.
Semua jalan ditentukan oleh Allah dan dijalankan oleh kita, jika kita menjalankan dengan baik serta sungguh - sungguh pasti jalan kita akan lurus, tapi jika kita menjalankannya dengan tak tentu pasti jalannya pun tak tentu.

_SITI RUKOYAH XII IPA 3_
2009

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

ledakan potensi mu!! (^^,)