Tak perlu kita ragukan lagi, kalau antara kuliah, kerja,
kursus, dan nikah, tentulah kuliah
yang lebih baik. Tapi, bagaimanakah bila keadaan tak mendukung untuk kuliah?
Memang menyedihkan sekali mendengar pernyataan itu, tapi apa boleh buat kita
sebagai anak tak boleh menentang orang tua. Kita tak boleh memaksakan diri
untuk kuliah tanpa adanya dukungan dari orang tua ‘ekonomi’, karena semua itu
hanya akan membawa masalah. Lalu apa yang harus kita lakukan? Kerja? Nah, itulah pilihan kedua setelah
kita belum bisa untuk kuliah. Kerja disini bukan hanya sebatas kerja, tapi
disini kita kerja dengan betul dengan apa yang namanya kerja, karena ini untuk
masa depan. Kerja memang sulit, pada zaman ini mendapatkan pekerjaan tidaklah
gampang. Kita harus bolak – balik mencari lowongan kerja, membuat surat lamaran
pekerjaan ‘SLP’, yang mungkin tidak cukup satu atau dua kali mebuat SLP itu.
Apalagi, zaman sekarang bekerja itu minimal lulusan SMA. Dengan Kesimpulan,
kalau kita bekerja keluaran SMA dan dengan bekal serta umur yang belum cukup
berarti kita berada dibawah. Kecuali kita mempunyai keahliah tersendiri,
mungkin itu bisa membantu kita lebih keatas.
Ternyata kerja tidak segampang dengan apa yang kita pikirkan.
Kursus… pilihan ketiga jika kita
belum bisa mencari uang dengan kemampuan kita. Kursus lebih mirip dengan ‘sekolah’
karena disitu kita belajar dan biayanya pun tidak begitu mahal. Belajar mencari
bakat kita, dengan akhirnya kita bisa lebih gampang bekerja karena sudah
mempunyai suatu keahlian.
Nah… bagaimana jika kita memilih pilihan ke empat, yaitu Nikah? Mungkin disini lebih afdol jika
disebut ‘Nikah Dini’, karena anak – anak lulusan SMA masih belum matang
pemikirannya. Dalam tulisan ini pembahasan tentang ‘Nikah Dini’ karenna
pembahasan tentang nikah dini merupakan tujuan dari penulisan ini.
Nikah Dini daripada
Pacaran??
Saat
wacana nikah dini beredar deras dikalangan remaja, saya terus terang termasuk
yang sering melebarkan wacana itu sampai ke hal – hal yang aneh dikalangan
putri. Dan termasuklah saya dinobatkan “bukan pendukung” pernikahan dini. karena,
itu merupakan hal yang kurang baik.
Sejak wacana itu beredar manis
dikalangan remaja putri, semakin seringlah hal – hal romantic bermunculan dari
obrolan – obrolan. Entah itu terjadi juga dikalangan remaja putra atau tidak,
yang jelas semangat untuk “nikah dini” dikalangan remaja sepertinya melejit.
Apalagi
banyak yang bilang, virginitas (keperawanan) pada masa sekarang adalah hal kesekian
yang dipertimbangkan dalam masalah memilih pasangan hidup. Alasannya, zaman
sekarang mana ada sih cewek yang masih virgin?... (menyedihkan sekali)
Kita
sudah mulai permisif terhadap semua idiologi yang menelisip halus disetiap otak
masyarakat. Pacaran yang katanya ajang bagi sepasang kekasih untuk saling
Mengenal pun, tak sekedar itu. Bahkan lebih.
Fase
pendekatan yang lebih banyak dilakukan oleh para cowok, apalagi yang tidak
punya prinsip hidup yang lurus, jago maksiat, dan ahli tebar pesona, serta militan
dalam mengikuti hawa napsu sudah pasti Menyimpan bom Waktu yang sewaktu – Waktu
meledak dan menuntut taruhan yang sangat berharga.
Memang,
tidak semua cowok dan cewek berengsek, tapi masalahnya setan ada dimana –
mana!! Dan sudah tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini aktivitas pacaran ini
makin dibumbui dengan semua tips dan rayuan yang merebak hebat disinetron –
sinetron dan tabloid remaja.
Virginitas _keperawanan_
biasanya menjadi sesuatu yang paling dipertahankan oleh kaum hawa. Tapi, saat
ini banyak sobat cewek yang mau dirayu dengan janji – janji yang memerlukan bak
permen oleh sang pacar.
Penelitian
Iip Wijayanto yang menyatakan bahwa 97,5% cewek di Yogya sudah tidak perawan
lagi. Atau simak saja hasil survey beliau bahwa “perkosaan atas nama cinta”
terjadi pada masa ini (pacaran). Atas nama cinta, banyak remaja dan para muda
yang jadi bloon dengan nyerahin semuanya ke yayangnya. (Naudzubillahimindzalik)
Pacaran
adalah media paling memungkinkan untuk memancing hubungan seks di luar nikah.
Bagaimana tidak? Dalam aktivitas ini, semua hal mubah (boleh) hukumnya; berboncengan,
menyentuh, bahkan berciuman pun, saat ini sudah lumrah bahkan lebih dari itu.
Padahal, setiap setiap yang baik atau yang buruk terjadinya bertahap.
Virginitas
di kalangan cewek saat ini meskipun tidak secara nyata terengut, namun bila
kita memaknai keperawanan secara luas dimana seluruh tubuh seorang wanita
hendaknya “terjaga” dan “perawan” dari sentuhan – sentuhan lelaki yang tidak
berhak atasnya, maka beberapa banyak kaum muda, putri, gadis, perempuan belum
menikah yang telah “tidak perawan”? mungkin agak kasar, namun bukankah setiap
hari banyak gadis-remaja-putri-wanita yang mengumbar auratnya? Maka, apakah
keperawanan hanya berhubungan “utuhnya selaput dara”?
Keperawanan fisik bukan
masalah rusak atau utuhnya selaput dara. Tapi, termasuk pada keutuhan bagian
tubuh yang lain dari sentuhan – sentuhan lawan jenis yang tidak berhak! Berapa
banyak pria – wanita yang bagian – bagian tubuhnya; kulit, tangan, bibir dan
bagian – bagian tubuh pria dan wanita yang lain yang diumbar serta berganti –
ganti “pemakai”.
Kalau
perilaku pacaran dari mulai menyentuh, meraba, berciuman, dan seterusnya masih
dianggap sebagai perilaku yang semestinya dilakukan setelah menikah, meskipun
banyak yang melakukan sebelum menikah dan dengan perasaan agak malu, sembunyi –
sembunyi, yang justru menunjukan bahwa mereka sebenarnya takut melakukan
aktivitas – aktivitas tersebut. Berarti? Semua perbuatan yang dilakukan dengan
perasaan takut ketahuan manusia lain sama dengan dosa.
Laki – laki dan perempuan
yang tidak dapat mengendalikan diri dan hati mereka untuk saling menjaga
kesucian, apakah mereka berhak mendapat sesuatu yang baik dikemudian hari? Laki
– laki yang menuntut memiliki istri yang virgin, namun sebelum menikah ia telah
melakukan banyak kontak fisik dengan banyak wanita, apakah berhak mendapatkan
perempuan yang “suci”?
Bukankah
Allah telah memperingatkan bahwa setiap orang berpasang – pasangan? Bahwa laki
– laki yang baik untuk perempuan yang baik, perempuan pezina untuk laki – laki
pezina? Dan bukankah dengan melancangi hukum Allah ‘melakukan hubungan tidak
halal dengan laki – laki dan perempuan’ berarti kita telah tidak sabar untuk
mempersiapkan diri “wanita dan laki – laki” yang baik untuk kemudian
dipasangkan Allah dengan lelaki dan wanita yang baik pula? Tidakkah orang yang
memperturutkan hawa nafsunya dengan mencari – cari pembenaran atas aktivitas
“mendekati zina” ini telah merendahkan harga dirinya?
Lalu,
apa solusi dari semua ini?
Apakah
nikah dini merupakan solusi dari masalah – masalah remaja saat ini?
Sebenarnya,
nikah dini tidak selalu menjadi solusi tepat untuk mencegah masalah – masalah
remaja ‘seks bebas’. Tidak bisa pula dikatakan daripada pacaran, lebih baik
nikah dini. Tapi, jika ternyata pernikahan tersebut tidak dibarengi dengan
kesiapan mental, kesiapan pemahaman Islam yang baik dan menyeluruh. Akhirnya,
justru banyak dikalangan remaja yang menikah dini hanya untuk menyalurkan
hasrat romantisnya atau yang kurang paham Islam, justru sebagai pemenuhan
Kebutuhan seks saja.
Sisi positif dari pernikahan dini
hanya sedikit, yaitu hanya untuk mencegah terjadinya ‘seks bebas’.
Sedangkan
sisi negative dari pernikahan dini
begitu banyak; kemungkinan pernikahan tidak akan bertahan lama, karena kedua
individu belum bisa memahami rumah tangga, belum dewasa ‘masih ada ego
tersendiri’, kesiapan mental belum sempurna, sang suami tentu belum bisa
memberikan nafkah, dan tentunya tidak akan terjadi keharmonisan dan malah
merepotkan orang tua kita.
Jadi,
kita sebagai remaja haruslah pintar – pintar dalam segala hal. Kita harus lebih
bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Pernikahan
dini memang cukup bagus, tapi apakah salah bila kita jauhi pernikahan dini itu
dengan cara menjauhi hal – hal yang negative, mengikuti kegiatan – kegiatan
yang mengarahkan kita pada arti remaja yang berguna???
Sahabat
– sahabatku….
Pernikahan
dini ternyata sangat berat sekali, lebih berat dari pada kuliah, kerja dan
kursus.
Jadi,
sebisa mungkin kita jangan memutuskan ‘menikah’ setelah lulus SMA. Tidak salah
kalau kita mengikuti kursus atau kerja terlebih dahulu. Dan menjauhi yang
namanya ‘pacaran’.
Bayangkan
jika kita menikah dan mempunyai anak pada usia muda, mungkinkah kita bisa
mengurus anak kita itu? Ataukah kita akan lebih merepotkan orang lain terutama
orang tua? Dan mungkinkah kita bisa menafkahi istri atau suami kita?
Semua
jawabannya ada pada diri kita sendiri.
Semuanya
kembali pada diri kita masing – masing.
Semua
jalan ditentukan oleh Allah dan dijalankan oleh kita, jika kita menjalankan
dengan baik serta sungguh - sungguh pasti jalan kita akan lurus, tapi jika kita
menjalankannya dengan tak tentu pasti jalannya pun tak tentu.
_SITI
RUKOYAH XII IPA 3_
2009